Sejak dahulu, dalam ekosistem rawa gambut sudah terdapat masyarakat
yang tinggal di dalamnya, memanfaatkan potensi sumberdaya alam secara terbatas,
dan bertanggung jawab hingga turut menjaga dan melestarikan keseimbangan
ekosistem rawa gambut. Namun seiring dengan waktu, tuntunan kebutuhan akan
sumberdaya alam dan lahan untuk pengembangan pembangunan mulai dari permukiman,
industri, perkebunan sawit, dan HTI telah merambah kawasan gambut sebagai salah
satu sumberdaya lahan potensial yang dapat dimanfaatkan. Pemanfaatan lahan
gambut untuk kepentingan tersebut telah mengubah keseimbangan ekosistem gambut
dan memunculkan berbagai permasalahan ekologi, ekonomi, dan sosial antara warga
pendatang dan masyarakat lokal. Nilai-nilai kearifan lokal ini hendaknya bisa
menjadi salah satu acuan untuk memahami karakteristik ekosistem gambut dalam upaya pengelolaan ekosistem
gambut yang berkelanjutan.
Kunci utama pengelolaan ekosistem gambut yang berkelanjutan
terletak pada bagaimana mengelola sistem hidrologi gambut dengan satuan unit
pengelolaan berdasarkan unit hidrologinya, dalam hal ini satuan unit kubah
gambut. Berdasarkan satuan unit hidrologinya, kawasan gambut dapat diklarifikasikan
dalam sistem zonasi dengan arahan pengelolaan yang berbeda-beda setiap
zonasinya.
A.
Zona Konservasi
Kawasan ini terdapat pada kubah gambut yang dalam (lebih dari tiga
meter) dan tidak layak dimanfaatkan karena tidak subur. Kawasan ini dapat
dikelola dengan memberikan batas kawasan (zonasi) yang jelas di lapangan,
pemberian izin pemanfaatan zona
konservasi untuk berbagai kepentingan. melakukan rehabilitasi lahan pada zona
yang telah rusak dengan menanam tanaman lokal yang ada di kawasan tersebut, menutup
saluran drainase yang terlanjur digali untuk menaikkan muka air tanah lebih
dangkal, dan menerapkan peraturan yang melarang pembukaan lahan, drainase,
permukiman, perkebunan dan lain-lain.
B.
Zona Perlindungan Pantai
Zona ini terletak di kawasan pesisir atau wilayah pantai yang
sangat rentan terhadap perubahan alam maupun perubahan oleh kegiatan manusia.
Pengelolaan pada zona ini dapat dilakaukan dengan penetapan daerah sempadan
pantai, rehabilitasi zona sempadan pantai, pemanfaatan terbatas zona sempadan
pantai untuk fungsi wisata alam, dan pengembangan mata pencaharian alternatif
dengan budidaya perikanan yang memanfaatkan keramba sederhana.
C.
Zona Pengembangan Adaptif
Zona ini merupakan kawasan yang dicirikan memiliki lapisan gambut
dangkal (kurang dari tiga meter) dan
berada pada kiri kanan alur sungai yang menjadi batas hidrologi satuan unit
hidrologi gambut. Kegiatan yang dapat dikembangkan adalah mendorong partisipasi
masyarakat lokal dalam penyelamatan kelestarian gambut, mendorong inisiatif
masyarakat dalam upaya pengelolaan
ekosistem gambut yang berkelanjutan, pengembangan mata pencaharian
alternatif dengan budidaya perikanan darat menggunakan keramba di sungai atau
kolam-kolam ikan, pengelolaan ekonomi alternatif yang berkelanjutan berbasis
potensial lokal, pemanfaatan sumberdaya alam lokal yang bernilai ekonomi tanpa
mengurangi kelestariannya, pengembangan jasa lingkungan melalui paket wisata
ekologi hutan gambut, pengembangan hutan rakyat dengan tanaman meranti bakau, dan
menetapkan kebijakan yang mengendalikan perkembangan permukiman.
D.
Zona Pengembangan
Zona ini merupakan kawasan yang subur dengan dominasi lahan tertutup
oleh gambut topogen yang subur, kedalaman gambut antara 50-150 sentimeter,
tidak terpengaruh langsung oleh sistem hidrologi kubah gambut yang terdapat di
zona konservasi. Kegiatan yang dapat dikembangkan adalah dengan klarifikasi
kepemilikan lahan yang jelas, peningkatan kapasitas aparat desa, lembaga adat
desa, dan perangkat-perangkat desa yang lain, pengaturan yang ketat teknik drainase,
pengendalian pembukaan lahan baru, pemilihan komoditas usah pertanian yang
tepat, menyediakan tenaga penyuluh
pertanian lahan gambut yang memadai, pengaturan dan pengawasan penggunaan abu
bakar, dan meningkatkan keterampilan masyarakat lokal.
0 komentar:
Posting Komentar