SINFORAN | Mengucapkan Jazakallahu khairan katsiran a'la ziyaratikum | Baca kisah |
  • RSS
  • Delicious
  • Digg
  • Facebook
  • Twitter

Model Penelitian Antropologi dan Sosiologi Agama



















Bab 22
Model Penelitian Antropologi dan Sosiologi Agama


    A. Makna Penelitian Antropologi dan Sosiologi Agama
Dewasa ini telah muncul suatu kajian agama yang menggunakan antropologi dan sosiologi sebagai basis pendekatannya. Berbagai pendekatan dalam memahami agama yang selama ini digunakan dipandang harus dilengkapi dengan pendekatan antropologi dan sosiologi tersebut. Berbagai pendekatan dalam memahami agama yang ada selama ini antara lain pendekatan teologis, normatif, filosofis, dan historis.
Melalui pendekatan antropologi sosok agama yang berada pada dataran empirik akan dapat dilihat serat-seratnya dan latar belakang mengapa ajaran agama tersebut muncul dan dirumuskan. Antropologi berupaya melihat hubungan antara agama dengan berbagai pranata sosial yang terjadi di masyarakat. Dalam berbagai penelitian antropologi agama dapat ditemukan adanya hubungan yang positif antara kepercayaan agama dengan kondisi ekonomi dan politik. Menurut kesimpulan penelitian antropologi, golongan masyarakat kurang mampu dan golongan miskin lain pada umumnya lebih tertarik kepada gerakan keagamaan yang bersifat mesianis, yang menjanjikan perubahn tatanan sosial kemasyarakatan. Sedangkan golongan kaya lebih cenderung untuk mempertahankan tatanan masyarakat yang sudah mapan secara ekonomi lantaran tatanan tersebut menguntungkan pihaknya.
Uraian di atas memperlihatkan bahwa pendekatan antropologi, dengan jelas dapat mendukung menjelaskan bagaimana suatu fenomena agama itu terjadi.
Dari pendekatan dan persepektif antropologi di atas dapat diketahui bahwa doktrin-doktrin dan fenomena-fenomena keagamaan ternyata tidak berdiri sendiri dan tidak pernah lepas dari jaringan institusi atau kelembagaan sosial kemasyarakatan yang mendukung keberadaannya. Inilah makna dari penelitian antropologi dalam memahami gejala-gejala keagamaan.
Sedangkan sosiologi merupakan ilmu yang membahas sesuatu yang telah teratur dan terjadi secara berulang dalam masyarakat. Dalam tinjauan sosiologi masyarakat dilihat sebagai suatu kesatuan yang didasarkan pada ikatan-ikatan yang sudah teratur dan boleh dikatan stabil. Sehubungan dengan ini, dengan sendirinya masyarakat merupakan kesatuan yang dalam bingkai strukturnya (proses sosial) diselidiki oleh sosiolog.
Dalam penelitian kaum sosiolog agama dijelaskan bahwa sukar bagi manusia, untuk dalam jangka waktu yang cukup lama, bersepakat mengatur tingkah laku mereka sesuai dengan macam-macam larangan dan perintah yang satu sama lain tidak bertalian. Apabila masyarakat diharapkan stabil, dan tingkah laku sosial masyarakat bisa tertib dan baik, maka tingkah laku yang baik harus ditata dan dipolakan sesuai dengan prinsip-prinsip tertentu yang relatif diterima dan disepakati bersama. Prinsip-prinsip ini berkaitan dengan tujuan-tujuan atau merupakan sasaran utama tingkah laku sosial manusia atau disebut oleh sarjana sosiolog sebagai nilai-nilai.
Selanjutnya, pada saat nilai-nilai suatu masyarakat dapat diintegrasikan dalam suatu tatanan atau sistem yang berarti, maka pada saat itulah anggota-anggota masyarakat dapat bersatu ke satu arah dan tingkah laku mereka. Dalam kaitan ini, terlihat dengan jelas fungsi agama dalam kehidupan sosial kemasyarakatan.
Dalam pandangan kaum sosiolog, agama memiliki enam fungsi bagi kehidupan masyarakat antara lain:
  • Agama dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan tertentu dari manusia yang tidak dapat dipenuhi oleh lainnya.
  • Agama dapat berperan memaksa orang untuk menepati janji-janjinya.
  • Bahwa agama dapat membantu mendorong terciptanya persetujuan mengenai sifat dan isi kewajiban-kewajiban sosial.
  • Agama berperan membantu merumuskan nilai-nilai luhur yang dijunjung tinggi oleh manusia dan diperlukan untuk menyatukan pandangannya.
  • Agama pada umumnya menerangkan fakta-fakta bahwa nilai-nilai yang ada dalam hampir semua masyarakat bukan sekadar kumpulan nilai yang bercampur aduk tetapi membentuk tingkatan (hierarki).
  • Agama juga telah tampil sebagai yang memberikan standar tingkah laku, yaitu berupa keharusan-keharusan yang ideal yang membentuk nilai-nilai sosial yang selanjutnya disebut sebagai norma-norma sosial.

    B. Model Penelitian Antropologi Agama
Di antara contoh penelitian di bidang antropologi agama dilakukan oleh Clifford Geertz dalam bukunya berjudul The Religion of Java (tahun 1950-an). Parsudi Suparlan1 menyatakan bahwa arti penting dari karya Geertz adalah sumbangannya kepada pengetahuan kita mengenai simbol-simbol. Yaitu, bagaimana hubungan antara struktur-struktur sosial yang ada dalam suatu masyarakat dengan pengorganisasian dan perwujudan simbol-simbol, bagaimana para anggota masyarakat mewujudkan adanya integrasi dan disintegrasi dengan cara mengorganisasi, dan mewujudkan simbol-simbol tertentu, sehingga perbedaan-perbedaan yang tampak antara struktur sosial yang ada dalam masyarakat tersebut hanyalah bersifat komplementer.2
Masyarakat Jawa di Mojokuto dilihat oleh Geertz sebagai suatu sistem sosial, dengan kebudayaan jawanya yang akulturatif dan agama yang sinkretik, yang terdiri atas subkebudayaan Jawa yang masing-masing merupakan struktur-struktur sosial yang berlainan. Struktur-struktur sosial yang dimaksud adalah Abangan (yang intinya berpusat di pedesaan), Santri (yang intinya berpusat di tempat perdangangan atau pasar), dan Priyayi (yang intinya berpusat di kantor pemerintahan, di kota). Adanya tiga struktur sosial yang berlainan ini menunjukkan bahwa di balik kesan yang didapat dari pernyataan bahwa penduduk Mojokuto itu sembilan puluh persen beragama islam, sesungguhnya terdapat variasi dalam sistem kepercayaan, nilai, dan upacara yang berkaitan dengan masing-masing struktur sosial tersebut.
Tiga lingkungan yang berbeda (yaitu pedesaan, pasar, dan kantor pemerintah) dibarengi dengan latar belakang sejarah kebudayaan yang berbeda (yang berkaitan dengan masuknya agama serta peradaban Hindu dan Islam di Jawa) telah mewujudkan adanya Abangan yang menekankan pentingnya aspek-aspek animistik, santri yang menekankan pentingnya aspek-aspek Islam, dan Priyayi yang menekankan aspek-aspek Hindu.
Berdasarkan deskripsi singkat di atas, dapat diketahui bahwa model penelitian yang dilakukan Geertz adalah penelitian lapangan dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini didasarkan pada data-data yang dikumpulkan melalui wawancara, pengamatan, survey, dan penelitian Grounded Research, yakni penelitian yang penelitinya terlibat dalam kehidupan masyarakat yang ditelitinya.
Untuk mengumpulkan data-data yang diperlukan dalam penelitiannya itu, Geertz menggunakan informan, yakni orang-orang yang dapat menyampaikan informasi tentang objek yang diteliti. Kemudian dari segi waktu yang digunakan untuk penelitian tersebut, maka terbagi selama tiga tahap. Tahap pertama, antara September 1951 sampai 1952, persiapan yang intensif dalam bahasa Indonesia (yakni melayu) dilakukan di Universitas Havard, mula-mula di bawah Professor Isadora Dyen dan kemudian di bawah Tuan Rufus Hendon, yang kemudian hari menjadi direktur proyek, dengan bantuan orang-orang Indonesia. Waktu antara bulan juli sampai Oktober 1952 dipergunakan di Negeri Belanda, mewawancarai sarjana-sarjana Belanda yang ahli tentang Indonesia di Universitas leiden dan di Tropical Institut di Amsterdam.
Tahap kedua, dari bulan Oktober 1952 sampai Mei 1953 dipergunakan terutama di Yogyakarta, tempat ia mempelajari bahasa Jawa, dengan mempergunakan mahasiswa-mahasiswa Universitas Gajah Mada, dan memperoleh sejumlah pengetahuan umum mengenai kebudayaan dan kehidupan kota Jawa. Selama masa ini, satu setengah bulan lamanya dihabiskan juga untuk mewawancarai pemimpin-pemimpin agama dan politik di ibu kota Negara, Jakarta, sambil mengumpulkan statistik dan menyelidiki organisasi birokrasi pmerintah pada umumnya dan Departemen Agama pada khususnya.
Tahap ketiga, antara Mei 1953 sampai September 1954, merupakan masa penelitian lapangan yang sesungguhnya, dan dilakukan di Mojokuto. Ia dan istrinya sepanjang masa itu tinggal di rumah seorang buruh kereta api di ujung kota, rumah itu sebenarnya tidak terletak di desa Mojokuto, tetapi di desa sebelahnya, yang hanya bersifat kota di bagian tenggaranya.
Semua kegiatan, temasuk wawancara dengan para informan, ia lakukan dengan menggunakan bahasa jawa, kecuali beberapa pelajar yang sangat nasionalistik dan lebih senang berbahasa Indonesia (Melayu).
Selanjutnya, dari segi informan yang digunakan sebagai sampel dalam penelitiannya itu, Geertz megatakan bahwa ia melakukan banyak kegiatan sistematis dan lama dengan informan-informan tertentu mengenai suatu topik , baik dirumah mereka sendiri maupun di kantor.
Sedangkan pendekatan analisisnya sebagaimana tersebut di atas adalah dengan menggunakan kerangka teori yang terdapat dalam ilmu antropologi. Dengan pendekatan ini, fenomena keagamaan yang terjadi di daerah Jawa dapat di jelaskan dengan baik.
    C. Model Penelitian Sosiologi Agama
Penelitian sosiologi agama pada dasarnya adalah penelitian tentang agama yang mempergunakan pendekatan ilmu sosial (sosiologi). Dalam kaitan ini, berbagai persoalan yang terdapat dalam ilmu sosial dilihat secara seksama dalam hubungannya dengan agama. Dalam penelitian ini dapat dilihat agama yang terdapat pada masyarakat industri modern, agama pada lapisan masyarakat yang berbeda-beda, agama yang dikembangkan pada kalangan penguasa, politikus, dan lain sebagainya.
Di antara contoh mengenai penelitian sosiologi agama dilakukan oleh Robert N. Bellah dalam bukunya berjudul Religion Evolution: American sosiological Review (tahun 1964). Hasil penelitian Bellah terhadap agama primitif menyimpulkan bahwa agama-agma primitif secara keseluruhan diarahakan kepada suatu kosmos tunggal, mereka sama sekali tidak mengetahui suatu dunia yang sama sekali berbeda dalam hubungannya dengan dunia nyata yang sama tidak bernilai. Agama-agama ini menaruh perhatian terhadap pemeliharaan keharmonisan diri manusia, sosial dan kosmis serta berkepentingan atas pencapaian tujuan-tujuan tertentu (hujan, panen, anak, kesehatan) seperti yang selalu merupakan tujuan manusia biasa.3
Berdasarkan temuannya itu, Bellah sampai pada kesimpulan bahwa Agama sebagai seperangkat bentuk dan perbuatan simbolik yang menghubungkan menusia dengan kondisi-kondisi pokok eksistensinya.4
Suatu hal yang perlu dicatat, bahwa suatu hasil penelitian bidang sosiologi agama bisa saja berbeda dengan agama yang terdapat dalam doktrin kitab suci. Sosiologi agama bukan mengkaji benar atau salahnya suatu ajaran agama, tetapi yang dikaji adalah bagaimana agama tersebut dihayati dan diamalkan oleh pemeluknya. Dalam kaitan ini, dapat terjadi apa yang ada dalam doktrin kitab suci berbeda dengan apa yang ada dalam kenyataan empirik. Para sosiolog membuat kesimpulan tentang agama dari apa yang terdapat dalam masyarakat. Jika suatu pemeluk agama terbelakang dalam bidang ilmu pengetahuan, ekonomi, kesehatan, kebersihan, dan lain sebagainya, kaum sosiolog terkadang menyimpulkn bahwa agama dimaksud merupakan agama untuk orang-orang yang terbelakang. Kesimpulan ini mungkin akan mengagetkan kaum tekstual yang melihat agama sebagaimana yang terdapat dalam kitab suci yang memang diakui ideal.
Agama yang terdapat dalam doktrin kitab suci merupakan Das Sollen, sesuatu yang harusnya terjadi. Sedangkan agama yang terdapat dalam kenyataan adalah Das Sein, sesuatu yang tampak terjadi di lapangan. Antara agama yang terdapat pada dataran Das Sein dengan yang terdapat pada Das Sollen bisa saja terjadi kesenjangan. Inilah yang selanjutnya yang dianggap sebagai problema yang harus didekati dengan melakukan berbagai kegiatan pembaharuan melalui jalur pendidikan, dakwah, pembinaan, dan sebagainya.
Mengenai metodologi penelitian sosiologi agama lengkap dengan perangkatnya pada dasarnya sama dengan langkah-langkah dalam penelitian antropologi agama.hal ini tidak mengherankan karena antropologi sering dikelompokkan sebagai salah satu cabang dari sosiologi.





1Dr. Parsudi Suparlan adalah dosen senior bidang Penelitian Sosial dari Universitas Indonesia dan amat berpengalaman dalam penelitian sosial keagamaan.
2Clifford Geertz, Abangan, santri,Priyayi dalam Masyarakat Jawa, terj. Aswab Mahasin, dan judul asli, The Religion of Java, (Jakarta, Pustaka jaya, Cet. 1, 1989), vii.
3R.N. Bellah, Religious Evolutian: American Sociological Review, dalam Roland Robertson, Sosiologi Agama, (Jakarta, Aksara Persada, cet. 1, 1986), 294.
4Ibid., 301

Diringkas dari  Nata, Abuddin, Metodologi Studi Islam (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 1998)


















0 komentar:

 

Browsing Artikel

Pengikut

Total Tayangan Halaman

sinforan's cbox

Recent Posts

Pingbox

Copyright 2010 Situs Informasi dan Pengetahuan - All Rights Reserved.
Designed by Web2feel.com | Bloggerized by Lasantha - Premiumbloggertemplates.com | Affordable HTML Templates from Herotemplates.com.