SINFORAN | Mengucapkan Jazakallahu khairan katsiran a'la ziyaratikum | Baca kisah |
  • RSS
  • Delicious
  • Digg
  • Facebook
  • Twitter

Cara Memasang Meta Tag Google pada Blogger














berikut ini adalah langkah-langkah untuk memasang meta tag Google pada Blogger.

1. Silakan kunjungi halaman Webmaster Tools di http://www.google.com/webmasters/tools/

2. Kemudian Sign In dengan menggunakan akun Google.

3. Selanjutnya klik tombol Tambahkan situs yang dipilih pada blog yang ingin ditambahkan meta tag.



4. Klik segitiga hitam pada link Kelola dan klik link Tambahkan atau hapus pemilik.


5. Selanjutnya klik link Verifikasikan dengan menggunakan metode yang berbeda.

6. Pilih Tambahkan tag meta ke beranda situs kemudian copy meta tag yang diberikan oleh Google.


7. Masuk ke akun Blogger Anda.

8. Klik Rancangan > Edit HTML.

9. Paste kode meta tag tadi di bawah kode <head> sebelum bagian <body> pertama, kalau saya sih biasanya meletakkannya di bawah kode <b:include data='blog' name='all-head-content'/>.

10. Klik tombol SIMPAN TEMPLATE.

11. Kembali lagi ke halaman verifikasi tadi dan klik tombol Verifikasi.


Semoga Bermanfaat



















Cara menampilkan kotak komentar blogspot














Ane punya Blog namanya Uluumun.

Ane dibuat pusing bagaimana cara pasang kotak komentar di bawah postingannya. ane brosing kesana kemari cari trik-trik tersebut tapi tidak dapat trik yang pas. Akhirnya ane dapat pula trik yang pas dari blogtegal.

Bagi teman-teman yang punya masalah yang sama, nih ane kasih tahu caranya.

 
Cara menampilkan kotak komentar blogspot

  • login ke dashboard blog kamu menggunakan alamat http://draft.blogger.com
  • lalu pilih ''Pengaturan »» Komentar''.
    Pada bagian ''penempatan formulir komentar'' pilih opsi yang ketiga yaitu ''Di bawah entri laman''
  • dan terakhir klik simpan.
NB: jika posisi pengaturan sudah seperti diatas klik simpan lagi untuk menempatkan kode komentarnya.Kemudian masih pada halaman pengaturan pilih lagi opsi Arsipkan dan pastikan pengaturannya » Frekuensi arsip -- Tiap bulan Aktifkan laman kiriman -- Ya. Lalu klik simpan. Sekarang di lihat dulu pada halaman blog posting kamu, apakah sudah muncul apa belum kotak komentarnya, jika belum mari kita lakukan experimen kedua.
  • Masih dalam keadaan login.
  • pilih Rancangan » » Edit HTML
  • Download template lengkap dulu, untuk berjaga-jaga kalau terjadi kesalahan.
  • Tandai kotak kecil pada tulisan ''Expand Template Widget''
  • Cari kode di bawah ini dg menggunakan tombol F3 untuk memudahkan pencarian.
    <p class='comment-footer'>
    <a expr:href='data:post.addCommentUrl' expr:onclick='data:post.addCommentOnclick'>
    <data:postCommentMsg/></a>
    </p> </b:if>

    Ada juga kode yang seperti di bawah ini karena tiap template berbeda-beda.
    <p class='comment-footer'>
    <b:if cond='data:post.embedCommetForm'>
    <a expr:href='data:post.addCommentUrl' expr:onclick='data:post.addCommentOnclick'>
    <data:postCommentMsg/></a>
    </p> </b:if>

  • Ganti dari kedua kode diatas mana yang cocok (tergantung template kamu) dengan kode di bawah ini.
    <p class='comment-footer'>
    <b:if cond='data:post.embedCommentUrl'>
    <b:include data='post' name='comment-form'/>
    <b:else/>
    <b:if cond='data:post.allowComments'>
    <a expr:href='data:post.addCommentUrl' expr:onclick='data:post.addCommentOnclick'>
    <data:postCommentMsg/></a>
    </b:if></b:if>
    </p>
    </b:if>
  • Terakhir klik Simpan/Save
Sekarang di lihat dulu di posting blog kamu, apakah sudah tampil atau belum kotak komentar tersebut, jika sudah tampil ya Selamat aja, Namun jika belum tampil, mari kita lakukan pengeditan kembali pada template yang sok ribet, sok susah, sok pinter dan sok nyebelin hahaha. . . . . Ngambeg. . . .
Pengujian berikutnya menampilkan kotak komentar.
  • Cari kode berikut ini dg menggunakan tombol Ctrl+F
    <b:include data='post' name='comments'/>

  • Tambahkan kode berikut di bawahnya,
    <b:include data='post' name='comment-form'/>
  • Kemudian Save / Simpan Template.


















Islam, Moral dan Kemanusiaan















Islam, Moral dan Kemanusiaan
  1. Islam dan Moral

1)Tujuan Nabi Muhammad n Diutus

Sebagaimana diketahui bahwasannya beliau n diutus untuk menyempurnakan akhlak.
Sabda beliau, إنما بعثت لأتمم مكارم الأخلاق
Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan akhlak yang baik. (HR Hakim, Al Bazzar, dan Al Baihaqi)
Akhlak yang baik adalah akhlak sejalan dengan Alquran dan Assunnah sedangkan yang tercela adalah yang tidak sejalan dengan keduanya. Diantara akhlak yang baik adalah :
  1. Menjaga Lisan dan Perbuatannya dari Menyakiti orang lain. Nabi Muhammad n :
المسلم من سلم المسلمون من لسانه و يده
Seorang muslim sejati adalah seseorang yang muslim lainnya selamat dari lisan dan tangannya. (HR Hakim dan Abu Ya’la)
  1. Menunaikan Janji. Allah berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَوْفُوا بِالْعُقُودِ
Hai orang-orang yang beriman, tunaikannlah janji-janji kalian
  1. Membersihkah rintangan dari jalan, Nabi n bersabda :
الإِيمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّونَ شُعْبَةً فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الأَذَى عَنِ الطَّرِيقِ وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ الإِيمَانِ
Iman itu mempunyai 63 cabang, yang paling tinggi adalah perkataan laa ilaaha illallah dan yang paling rendah adalah menyingkirkan rintangan dari jalan, dan malu adalah salah satu cabang dari keimanan. (HR Muslim, An Nasa i, At Tirmidzi dan Ibnu Majjah)
Adapun akhlak yang tercela diantaranya :
  1. Sombong, Allah berfirman
Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung. (QS Al Isra : 17)
  1. Riya adalah sifat yang melekat pada manusia yaitu jika seseorang berbuat kebaikan, ia menginginkan orang lain mengetahui tentang kebaikannya yang kemudian memujinya.
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan Dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah Dia bersih (tidak bertanah). mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir(QS Al Baqarah: 264)
  1. Munafik adalah sikap mendua atau berwajah ganda. Nabi n bersabda,
آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلاَثٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ
Ciri-ciri munafik 3, yaitu jika dia bicara dia berdusta, jika dia berjanji dia mengingkari, jika dia diberi amanah dia mengkhianatinya (HR Bukhari)

2)Akhlak Islami

Dalam Alquran dan Assunnah terdapat tuntunan agar kita berakhlak mulia, baik berupa perintah ataupun bersifat pencegahan. Akhlak yang dianjurkan oleh islam dibagi 3, akhlak kepada Allah, akhlak kepada manusia, dan akhlak yang berhubungan dengan alam semesta.
Akhlak kepada Allah adalah dengan mentauhidkannya dalam hal Rubbubiyah, Uluhiyyah, dan dalam hal nama-nama dan sifat-sifatNya.
Adapun akhlak kepada sesama manusia diantaranya, menyambung silaturahmi dan larangan memutuskannya, berbakti kepada orangtua, berbuat baik kepada tetangga
Adapun akhlak kepada alam semesta adalah tidak melakukan kerusakan di bumi.
  1. Islam dan Kemanusiaan

  1. Kedudukan Manusia

Jalaludin Rahmat menulis sebuah artikel dengan judul “Konsep-Konsep Antropologis”, dalam tulisannya tersebut dia menyebutkan bahwa dalam Alquran terdapat 3 istilah kunci yang mengacu pada makna pokok manusia, yaitu: basyar, insan, dan an naas.
  1. Konsep basyar selalu dihubungkan dengan sifat-sifat biologis manusia, seperti : makan, minum, hubungan intim dan berjalan di pasar.
  2. Adapun kata insan, yang di dalam Alquran dikelompokkan ke dalam 3 kategori,
  1. Insan dihubungkan dengan konsep manusia sebagai khalifah atau pemikul amanah,
  2. Insan dihubungkan dengan predisposisi negatif manusia
  3. Insan dihubungkan dengan proses penciptaan manusia,
  1. Adapun konsep yang ketiga adalah an naas yang mengacu pada manusia sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial an naas dapat dilihat dari berbagai sisi,
Pertama, banyak ayat yang menunjukkan kelompok sosial dengan karakteristiknya, dan lazimnya dengan ungkapan wa minam naas (dan diantara sebagian manusia).
Kedua, dengan memperhatikan ungkapan aktsarun naas (kebanyakan manusia), Jalaludin Rahmat menyimpulkan bahwa sebagian besar manusia mempunyai kualitas rendah, baik dari segi ilmu maupun iman. Dan pernyataan ini dipertegas dengan ayat-ayat yang menunjukkan sedikitnya kelompok manusia yang beriman, berilmu, ataupun mengambil pelajaran ataupun bersyukur dan selamat dari siksa Allah k.
Ketiga, Alquran menegaskan bahwa petunjuk Alquran tidak hanya dimaksudkan kepada manusia secara perorangan, tetapi juga manusia secara sosial.
Jalaludin Rahmat menjelaskan bahwa manusia dalam artian basyar berkaitan dengan unsur material, yang dengan sendirinya ia adalah musayyar (tunduk kepada takdir Allah). Sedangkan manusia dalam artian insane dan an naas bertalian dengan unsur hembus Ilahi, yakni ia dikenai aturan-aturan tetapi diberikan kekuatan untuk tunduk dan melepaskan diri darinya. Ia dengan sendirinya mukhayyar.
Adapun yang membedakan hakikar manusia dengan hewan yaitu potensi untuk mengembangkan iman dan mengembangkan ilmu. Yang usaha mengembangkan keduanya disebut amal saleh.
Kesimpulan dari pembahasan ini adalah kedudukan manusia adalah sebagai makhluk individu dan makhluk sosial, makhluk biologis dan psikologis (spiritual). Manusia merupakan gabungan antara unsure material (basyari) dan unsur ruhani. Dari segi hubungannya dengan Allah k, kedudukan manusia adalah sebagai hamba dan kedudukan manusai dalam konteks makhluk Allah adalah makhluk terbaik.

3)Tugas Manusia

Tugas umum manusia adalah untuk beribadah kepada Allah dalam artian umum, bukan hanya ibadah dalam artian khusus. Allah k berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.(QS Adz Dzariyat : 56)
Adapun tugas ibadah secara khusus adalah menyembah kepada Allah dengan cara-cara teknis tertentu yang telah diatur dalam As Sunnah. Adapun tugas ibadah secara umum adalah bahwa seluruh ibadah kita kepada sesama manusia semata-mata diperuntukkan bagi Allah.

4)Manusia sebagai Khalifah

Dalam Alquran, Allah berfirman :
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً ۖ قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَن يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ۖ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."(QS Al Baqarah : 30)
Nurcholis Majid (1998:17-8) dalam Mimbar Studi: Jurnal Ilmu Agama Islam nomor 1/XXI/1998 melakukan interprestasi dari kisah dalam ayat diatas adalah sebagai berikut:
  1. Kisah ini menunjukkan martabat manusia yang sangat tinggi, yaitu sebagai khalifah.
  2. Martabat itu bersangkutan dengan konsep bahwa alam dengan segala isinya disediakan untuk manusia, bahwa alam menjadi bidang garapan tan tempat pelaksanaan tugasnya.
  3. Martabat itu juga berkaitan dengan nilai kemanusiaan universal.
  4. Untuk menjelaskan tugasnya sebagai khalifah Allah di Bumi, manusia dilengkapi dengan ilmu pengetahuan.
  5. Kelengkapan martabat manusia adalah kebebasan yang mengenal batas.
  6. Pelanggaran terhadap batas membuat manusia jatuh, tidak terhormat.
  7. Dorongan untuk melanggar batas ialah nafsu serakah, yaitu perasaan yang tidak pernah puas dengan anugerah Tuhan.
  8. Karena kelengkapan ilmu saja tidak mennjamin manusia terhindar dari kejatuhan, maka manusia memerlukan petunjuk Allah.
  9. Dengan mengikuti petunjuk Allah, manusia dapat memperoleh kembali kebahagiaan surgawinya yang telah hilang.
Sebagai kedudukannya sebagai khalifah di Bumi maka manusia akan dimintai pertanggung jawaban atas tugasnya. Karena itu manusia senantiasa berjuang dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas amal salehnya dan mengurangi serta menekan keualitas dan kuantitas kesalahannya. Jalaludin Rakhmat menerangkan bahwa manusia adalah makhluk paradoksal uang berjuang mengatasi konflik dua kekuatan yang saling bertentangan, kekuatan mengikuti fitrah , yaitu memikul amanah Allah, dan kekuatan mengikuti predisposisi negatif.




Ringkasan dari buku Metodologi Studi Islam, karya Drs. Atang Abd. Hakim, MA., Dr. Jaih Mubarok, (Bandung, PT Remaja Rosdakarya Offset, cet. x, 2008), 27-39

Ditulis oleh teman seperjuangan:
Catur hafidzohullahu ta'ala
























Al-Qur’an Sebagai Sumber Agama Islam












BAB 6
Al-Qur’an Sebagai Sumber Agama Islam
                                                           
Bagian ini terdiri atas tiga bagian: pertama, fungsi Al-Qur’an; kedua, Al-Qur’an sebagai firman Allah; dan  ketiga, 'ulum Al-Qur'an dan tafsir.

A. FUNGSI AL-QUR'AN

 Menurut pendapat yang paling kuat, seperti yang dikemukakan oleh Subhi Shaleh, Al-qur'an berarti bacaan. Ia merupakan kata turunan (mashdar) dari kata qara'a (fi'il madhi) dengan arti isim al-maf'ul, yaitu maqru' yang artinya dibaca. Allah berfirman:
“ Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuat kamu pandai) membacanya. Apabila kami telah selesai membacanya, maka ikutilah bacaan itu.” (Q.S. Al-qiyamah{75}: 17-18).
           
Fath Ridwan (1975: 74-75) menerangkan bahwa para ahli tafsir bersilang pendapat  menamai penamaan Al-Qur'an. Pertama, sebagian ulama berpendapat bahwa Al-Qur'an adalah nama yang khusus (khas) bagi firman Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad. Kedua, sebagin ulama lagi menyatakan bahwa Al-Qur'an diambil dari kata qara'in (petunjuk atau indikator) karena ayat-ayat Al-Qur'an satu sama lainnya saling menguatkan dan membenarkan.
Pemberian nama terhadap Al-Qur'an yang begitu banyak tidak disetujui oleh sebagian ulama, antara lain Shubhi Shaleh. Menurutnya pemberian nama yang banyak terhadap Al-Qur'an dinilai berlebihan sehingga terkesan adanya percampuradukan antara nama-nama Al-Qur'an dan sifat-sifatnya. (muhaimin, dkk.,1994:88)
Sebagian nama-nama tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung, memperlihatkan fungsi-fungsi Al-Qur'an. Dari sudut isi atau subtansinya, fungsi Al-Qur'an sebagai tersurat dalam nama-namanya adalah sebagai berikut:

  1. Al-huda (petunjuk). Dalam Al-Qur'an terdapat tiga kategori tentang posisi Al-Qur'an sebagai petunjuk. Pertama, petunjuk bagi manusia secara umum . Allah berfirman:
“ Bulan Ramadhan adalah bulan diturunkannya Al-Qur'an yang berfungsi sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan- penjelasan mengenai petunjuk itu” (Q.S. Al-Baqarah [2]:185).

  1. Al-furqan (pemisah). Dalam Al-Qur'an dikatakan bahwa ia adalah ugeran untuk membedakan dan bahkan memisahkan antara yang hak dan yang batil, Allah berfirman:
“ Bulan Ramadhan adalah bulan diturunkannya Al-Qur'an yang berfungsi sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan- penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil)...” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 185)
                              
  1. As-syifa (obat). Dalam Al-Qur'an dikatakan bahwa ia berfungsi sebagai obat bagu penyakit-penyakit yang ada dalam dada (mungkin yang dimaksud disini adalah penyakit psikologis). Allah berfirman, “Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada...”(Q.S. Yunus [10]: 57).
  2. Al-mau'izah (nasihat). Dalam Al-qur'an dikatakan bahwa ia berfungsi sebagai nasihat bagi orang-orang bertaqwa. Allah berfirman, “Al-quran ini adalah penerang bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertaqwa” (Q.S. Ali Imran [3]: 138).
Demikian fungsi Al-qur'an yang diambil dari nama-namanya yang difirmankan Allah dalam Al-qur'an.

B. AL-QUR'AN SEBAGAI FIRMAN ALLAH

Ulama' menyebutkan sebagai hakikat Al-qur'an, yaitu bahwa ia merupakan whyu atau kalam Allah yang disampaikan kepada Nabi Muhammad shallallahu'alaihi wasallam. Yang mana isinya penuh dengan ilmu tanpa ada keraguan di dalamnya (Q.S al-baqarah [2]: 2), kecurangan (Q.S. An-naml [27]: 1), pertentangan (Q.S. Al-Nisa [4]: 82), dan kejahilan (Q.S. Al-Syu'ara [26]: 210), juga sebagai penjelmaan dari kebenaran, keseimbangan pemikiran dan karunia. (Q.S. Al-An'am [6]: 155).
Oleh karena itu, mereka yang mengatakan bahwa Al-Qur'an pikiran dan ciptaan Nabi Muhammad b, tidak benar dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.           Oleh karena itu, mereka yang mengatakan bahwa Al-Qur'an pikiran dan ciptaan Nabi Muhammad b, , tidak benar dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Allah menantang kepada para penentang Al-Qur'an untuk membuat satu surat yang semisal dengan Al-Qur'an. Allah berfirman”Dan jika kamu tetap dalam keraguan tentang Al-Qur'an yang kami wahyukan kepada hamba kami (Muhammad), buatlah satu surat saja yang semisal Al-Qur'an itu dan ajaklah penolong-penolomgmu selain Allah, jika kamu memang orang-orang yang memang benar.” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 23)
Dan Allah menjamin bahwa Al-Qur'an dipelihara dengan sebaik-baiknya. Allah berfirman, “ Sesungguhnya kamilah yang menurunkan Al-Qur'an, dan sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya.” (Q.S. Al-Hijr [15]: 9)
Demikianlah kedudukan Al-Qur'an        Demikianlah kedudukan Al-Qur'an sebagai firman Allah.Berdasarkan subtansinya, Al-quran bukanlah ciptaan Nabi Muhammad; ia dipelihara oleh Allah yang mewahyukannya.
 
C, ‘ULUMUL QUR’AN DAN TAFSIR

Dilihat dari sejarah dan proses pewahyuan, Al-Qur’an tidak diturunkan sekaligus, tetapi melalui tahapan-tahapan tertentu, secara periodik, sedikit demi sedikit dan ayat demi ayat. Proses pewahyuan dengan cara ini memiliki hikmah untuk memberikan  pemahaman bahwa setiap ayat Al-Qur’an tidak hampa sosial, pewahyuan bergantung pada lingkup dan persoalan-persoalan kemasyarakatan.
Tenggang waktu pewahyuan berlangsung selama kurang lebih 23 tahun, dan terbagi menjadi dua fase. pertama, ketika Nabi Muhammad berada di Kota Mekkah sebelu berhijrah ke Madinah, yaitu selama 13 tahun. kedua, ketika Nabi Muhammad berada di Kota Madinah selama 10 tahun. Pendapat ini umumnya dipegang oleh para ‘ulum al-Qur’an. (Muhaimin dkk.,1994; 89).
M. Quraish Syihab (1995; 35-38) membagi proses pewahyuan melalui pendekatan isi atau kandungan ayat.
Pertama’ periode ketika Nabi Muhammad masih berstatus Nabi, yaitu dengan diterimanya wahyu pertama, surat al-‘Alaq. Status beliau lalu berubah menjadi Rasul dengan tugas menyampaikan ajaran kepada masyarakat, yaitu ketika beliau mendapat wahyu kedua (Q.S al-Muddatsir [74]: 1-2).
Kedua, periode terjadinya pertarungan antara gerakan Islam dan kaum jahiliah yang berlangsung antara 8 sampai 9 tahun. Ayat yang berkaitan dengan ini dapat dilihat dalam Q.S an-Nahl [16] ayat 25, dan juga disebutkan dalam ayat-ayat yang lain.
Ketiga, periode ketika ummat Islam dapat hidup bebas dalam menjalankan ajaran-ajaran agama, yaitu saat Nabi Muhammad berada di Madinah yang berlangsung sekitar 10 tahun.
Menurut M. Quraish Shihab juga (1996; 4), bahwasanya kosakata yang terdapat dalam Al-Qur’an sebanyak 77.439 kata drngan jumlah huruf sebanyak 323.015. Dari jumlah kata dan huruf tersebut, menurut Abd al-Rahman al-Salami, al-Suyuti, dan al-Lusi yang dikutip oleh Kafrawi Ridwan dkk., jumlah ayatnya secara berturut-turut  adalah 6.326 ayat, 6.000 ayat, 6.616 ayat. Perbedaan jumlah ayat disebabkan oleh perbedaan pandangan mengenai masuk tidaknya kalimat basmalah dan fawatih al-suwar kepada bagian dari ayat-ayat Al-Qur’an.

Jumlah ayat-ayat tersebut kemudian dibagi menjadi 554 ruku’ yaitu dengan cara menandainya dengan huruf ‘ain di bagian pinggir halaman Al-qur’an, dan berjumlah 30 juz, 114 surat. Ke 14 surat yang ada di dalam Al-Qur’an dilihat dari panjang dan pendeknya, terbagi menjadi empat kelompok, yaitu:

  1. Al-sab’aal al-tiwal, yaitu tujuh surat yang panjang, terdiri dari surah al-Baqarah, Ali Imran, al-Nisa, al-Maidah, al-A’raf, al-An’am, Yunus.
  2. Al-mi’un, yaitu surat-surat yang memuat sekitar 100 ayat lebih, seperti surat Hud, surat Yusuf, dan surat Mu’min.
  3. Al-matsani, yaitu surat-surat yang isinya kurang dari 100 ayat, seperti surat al-Anfal dan surat al-Hijr.
  4. Al-mufasal, yaitu surat-surat pendek, seperti al-Duha, al-Ikhlas, al-Nas, al-Falaq. (Al-Qur’an dan terjemahannya, t.th: 17)

Adapun cara Allah menurunkan Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad adalah melalui beberapa cara sebagai berikut.

1.      Malaikat memasukkan wahyu kepada Nabi Muhammad.
2.      Malaikat menampakkan dirinya kepada Nabi Muhammad berupa seorang laki-laki.
3.      Malaikat menampakkan dirinya kepada Nabi Muhammad dalam rupanya yang asli.
4.      Wahyu datang kepada Nabi Muhammad seperti gemerincingnya lonceng.

Pada zaman Abu Bakar, para penghafal dan penulis wahyu banyak yang gugur di medan perang melawan musuh Islam, terutama pada perang Yamamah. Oleh karena itu, atas usul Umar bin Khathab, ayat-ayat yang masih berceceran pada benda-benda tersebut dihimpun dalam mushaf. Tim penghimpun terdiri atas Zaid bin Tsabit sebagai ketuanya dibantu oleh Ubay bin Ka’ab, Usman bin ‘Affan, Ali bin Abi Thalib, dan para sahabat lainnya sebagai anggota. Kemudian setelah dikumpulkan, dijadikan mushaf kemudian disimpan di rimahnya Abu Bakar.
Menurut tim yang dibentuk oleh Departemen Agama Republik Indonesia (1985; 84-85), pesan-pesan yang terkandung dalam Al-Qur’an adalah tauhid, ibadah, jalan kebahagiaan dinia-akhirat, serta riwayat dan cerita tentang sejarah orang-orang terdahulu.
Dilihat dari segi jelas-tidaknya, para ulama mengelompokkan ayat-ayat Al-Quran kepada dua bagian: ayat-ayat yang cukup jelas (muhkamat), dan ayat-ayat yang membutuhkan penjelasan lebih lanjut yang disebut ayat-ayat mutasyabihat. Oleh karena itu, dalam memahami Al-Qur’an, para ulama memerlukan perangkat lain untuk memudahkannya yaitu dengan ‘ulum al-Qur’an dan ilmu tafsir, lebih-lebih dari sebagian ayat ada pula yang masih bersifat umum atau global.
Secara bahasa, tafsir berarti penjelasan dan keterangan (Muhammad Husaeni al-Dzahabi, 1976: 13). Di samping itu, ia pun berasal dari wazan taf’il dari kata fassara yang berarti menerangkan , membuka dan menjelaskan makna yang ka’qul. (Manna’ al-Qatan, 1981: 227).
Secara istilah, ilmu tafsir, menurut Abu Hayan, ialah ilmu yang membahas cara melafalkan lafad-lafad Al-Qur’an serta menerangkan makna yang dimaksudnya sesuai dengan dilalah (petunjuk) yang zhahir sebatas kemampuan manusia. Tafsir berfungsi menjelaskan segala yang disyari’atkan oleh Allah kepada manusia untuk ditaati dan dilaksanakan. (Abd. al-Hayyi al-Farmawi, 1977: 16)
Melihat posisi tafsir di samping Al-Qur’an, maka tidak semua orang dapat menafsirkan Al-Quran sekehendaknya. Ada beberapa persayaratan yang harus dimiliki oleh seorang muslim agar dapat menafsirkan Al-Qur’an yaitu:
Mengetahui dan memahami bahasa Arab dengan segala isinya, mengetahui ilmu sebab-sebab turun (asbab al-nuzul), mengetahui qira’ah, mengetahui ilmu tauhid, mengetahui ilmu nasikh dan mansukh, dan mengetahui hadits-hadits nabi. (kafrawi Ridwan dkk., 1994: 30).
Quraish Shihab (1995; 71-72) membagi periode tafsir menjadi dua bagian. pertama, periode nabi, sahabat dan tabi’in sampai kira-kira tahun 150 H. Kelompok tafsir periode ini disebut tafsir al-ma’tsar. Corak tafsir ini bersumber pada penafsiran Rasulullah, penafsiran sahabat, dan penafsiran tabi’in.
Para ahli tafsir pada zaman sahabat yang terkenal diantaranya al-Khulafa al-Rasyidin yang empat, Ibnu Mas’ud, Abd Allah bin Abbas (60 H), Ubay bin Ka’ab (19 H). Zait bin Tsabit, Abu Musa al-Asy’ry, dan Abdul Allah bin Zubair. Diantara mereka yang paling terkenal ialah Abd Allah bin Abbas.
Kedua, periode ketika hadist-hadist Rasul Allah telah beredar luas dan berkembang hadits-hadist palsu di tengah-tengah masyarakat sehingga menimbulkan banyak persoalan yang belum terjadi sebelumnya.
           
Corak tafsir yang muncul pada periode kedua diantaranya sebagai berikut.
  1. Corak kebahasaan, artinya Al-Qur’an ditafsirkan melalui pendekatan gaya dan keindahan bahasa, seperti tafsir al-kasysyaf yang ditulis oleh Zamaksyari.
  2. Corak tafsir yang bahasanya menitikberatkan pada kisah-kisah umat terdahulu, seperti yang ditulis oleh al-Tsalabi, ‘Alaudin bin Muhammad al-Bagdadi.
  3. Corak fiqih dan hukum, seperti tafsir jami’ al-Qur’an, ahkam al-Qur’an, dan Nail al-Maram yang masing-masing ditulis oleh al-Qurtubhi, Ibnu ‘Arabi dan al-Jashash, dan Hasan Shidiq Khan.
  4. Corak tafsir yang menafsirkan ayat Al-Qur’an yang berhubungan dengan sifat-sifat Allah, seperti tafsir Mafatih al-Ghaib karya Imam al-Razi (w. 610 H).
  5. Corak tafsir yang menitikberatkan pada isyarat ayat yang berhubungan dengan tasawuf, seperti tafsir yang ditulis oleh Abu Muhammad Sahl bin Abdul Allah al-Tsauri.
  6. Tafsir corak gharib (yang jarang dipakai dalam keseharian), seperti yang disusun oleh Muhammad Fuad Abdul Baqi, yaitu Mu’jam Garib al-Qur’an.

Di samping corak tafsir di atas, M. Quraish Shihab (1995; 72-73) memasukkan tafsir corak yang lain, yaitu tafsir bercorak filsafat dan teologi, tafsir dengan penafsiran ilmiah, tafsir yang bercorak sastra budaya kemasyarakatan, tafsir tematik (maudlu’i), dan tafsir ilmi. Dalam periodr kedua ini lahir pula tafsir dari kalangan Muktazilah dan Syi’ah. Tafsir dari kalangan Muktazilah diantaranya ialah tanzih al-Qur’an ‘an al-Mata’in karya Abd al-Qasim al-Thahir, al-Kasysyaf ‘an Haqa’iq al-Tanzil wa al-Uyun al-Aqwal fi wujud al-Ta’wil karya Abu al-Qasim Muhammad bin Umar al-Zamaksyari.
Departemen Agama Republik Indonesia masih menambah satu periode lagi mengenai perkembangan tafsir, yaitu periode ketiga yang disebut Periode Baru yang dimulai abad ke-9 M. Dalam sejarah perkembangan pemikiran umat islam, periode ini dikenal dengan Periode Kebangkitan Kembali. Pada periode ini muncul tokoh-tokoh pembaru seperti Jamaluddin al-Afgani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, Ahmad Khan, dan Ahmad Dahlan.
Kelahiran para pembaru berpengaruh terhadap karya tafsir mereka. Tafsir yang ditulis pada periode ini diantaranya al-Manar yang mulanya ditulis oleh Muhammad Abduh lalu diselesaikan oleh muridnya, Rasyi Ridha, tafsir Mahasin al-Ta’wil karya Jamal al-Din al-Qasimi, dan tafsir jawahir karya Thanthawi Jauhari..Wallahu’alam


Ringkasan dari buku Metodologi Studi Islam, karya Drs. Atang Abd. Hakim, MA., Dr. Jaih Mubarok, (Bandung, PT Remaja Rosdakarya Offset, cet. x, 2008), 27-39
Ditulis oleh teman seperjuangan:
Hamzah  hafidzohullahu ta'ala


  


















Model Penelitian Politik
















BAB 18
Model Penelitian Politik
Masalah polotik termasuk salah satu bidang studi yang menarik perhatian masyarakat pada umumnya. Hal ini antara lain di sebabkan karena masalah politik selalu mempengaruhi kehidupan masyarakat. Masyarakat yang tertib aman dan damai, sejahtera lahir dan bathin dan seterusnya tidak dapat dilepaskan dari system politik yang diterapkan. Karena demikian pentingnya masalah politik ini, telah banyak studi dan kajian yang di lakukan para ahli terhadapnya. Demikian pula ajaran islam sebagai ajaran yang mengatur kehidupan manusia secara menyeluruh juga juga diyakini mengandung kajian mengenai masalah politik dan kenegaraan.
Sejalan dengan pemikiran tersebut, pada bab ini pembaca akan di ajak untuk memahami pengertian politik.eksistensinya dalam ajaran islam,serta model-model penelitian politik yang pernah di kembangkan para ahli.
  1. PENGERTIAN POLITIK
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia,karangan W.J.S Poerwadarminta,politik di artikan sebagai pengetahuan mengenai ketatanegaraan,seperti tata cara pemerintahan,dasar-dasar pemerintahan dan sebagainya; dan dapat pula berarti segala urusan dan tindakan (kebijaksanaan),siasat dan sebagainya mengenai pemerintahan sesuatu negara atau terhadap negara lain.
Dalam bahasa Arab, politik biasanya di wakili oleh kata al-siayasah dan daulah. Kata siyasah di jumpai dalam bidang kajian hukum,yaitu ketika berbicara masalah imamah,sehingga dalam fiqih dikenal adanya bahasan tentang Fiqih Siyasah. Demikian pula kata Daulah pada mulanya dalam Al-qura’an di gunakan untuk kasus pengusaan harta di kalangan orang-orang kaya ,yaitu bahwa dengan zakat di harapkan harta tersebut tidak hanya berputar pada tangan orang-orang kaya .karena menurut sifatnya harta tersebut harus bergilir atau berputar.
  1. EKSISTENSI POLITIK DALAM ISLAM
Dikalangan masyarakat islam pada umumnya kurang melihat hubungan masalah politik dengan agama. Hal ini antara lain di sebabkan Karena pemahaman yang kurang utuh terhadap cakupan ajaran islam itu sendiri.
Keterkaitan agama Islam dengan aspek politik selanjutnya dapat diikuti dari uraian yang di berikan harun Nasutian dalam bukunya Islam ditinjau Dari berbagai Aspeknya Jilid II. Dalam buku tersebut Harun Nasution malah menegaskan bahwa persoalan yang pertama-tama timbul dalam islam menurut sejarah bukanlah persoalan tentang keyakinan melainkan persoalan politik. ketika Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wassalam berada di madinah,beliau tidak hanya mempunyai sifat Rasul Allah, tetapi juga mempunyai sifat Kepala negara,dan sebagai kepala negara,setelah beliau wafat mesti diganti oleh orang lain untuk memimpin negara yang beliau tinggalkan. Para peneliti sejarah politik ada yang mengkategorikan bahwa corak politik yang di terapkan oleh nabi Muhammad adalah corak teo demokratis,yaitu suatu pola pemerintahan yang dalam menyelesaikan setiap persoalan terlebih dahulu melakukan musyawarah baru kemudian menunggu ketetapan dari Tuhan. Hal ini di mungkinkan karena pada masa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wassalam wahyu masih dalam proses turunnya.
  1. MODEL-MODEL PENELITIAN POLITIK
Menurut Alfian, permasalahan politik dapat dikaji melalui berbagai macam pendeketan. Ia dapat di pelajari dari sudut kekuasaan, struktur politik, partisipasi politik, komunikasi politik, konstitusi, pendekatan dan sosialisasi politik, pemikiran politik, dan juga kebudayaan politik.
Memahami berbagai pendekatan dalam memahami politik ini diperlukan, selain sebagai alat untuk melakukan kajian, juga untuk melakukan analisa terhadap model penelitian yang kita lakukan dan yang dilakukan oleh orang lain. Berikut ini akan di sajikan model penelitian politik yang dilakukan oleh M. Syafi’I Ma’arif dan Harry J.benda

  1. Model M. Sykaitan syafi’i Ma’arif
Salah satu hasil penelitian bidang politik yang dilakukan Syafi’I Ma’arif tertuang dalam bukunya berjudul Islam dan Masalah Kenegaraan, yang di terbitkan oleh LP3ES Jakarta, tahun 1985. Pada bagian pendahuluan laporan hasil penelitiannya itu, Syaf’i Ma’arif mengemukakan substansi ajaran Al-qur’an mengenai ketatanegaraan. Dalam kaitan ini ia mengatakan jika perkembangan social keagamaan berlanjut menurut arah ini, usaha intelektual yang sungguh-sungguh dalam menjelaskan dan mensistematisasikan brbagai aspek ajaran islam mutlak perlu digalakkan agar umat islam punya kemampuan menghadapi dan memecahkan masalah-masalah modern yang sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia, seperti kemiskinan, keterbelakangan ekonomi, pertumbuhan penduduk, pendidikan, perkembangan politik, dan yang sangat mendesak adalah masalah keadilan sosio-ekonomi.
Dengan mengikuti pandangan ini, menurutnya, studi Alquran secara mendalam dan sistematik menjadi sangat mutlak diperlukan. Tanpa kerja strategis ini, bangunan sosio politik islam akan tetap goyang, dan tanpa formulasi yang jelas tentang pandangan dunia menurut Alquran, barangkali sedikit faedahnya bagi orang yang membicarakan rekonstruksisosial umat islam. Perkataan umat Islam dalam kaitan ini menurutnya sebagai sebuah masyarakat Islam yang anggotanya-anggotanya terdiri dari mereka yang berorientasi Islam atau mereka yang memegang Islam sebagai cara hidup. Hal ini sejalan dengan pernyataan Fred R. Von der Mehden yang mengatakan bahwa sekitar 90 persen rakyat Indonesia adalah Muslim,tetapi sengat berbeda dalam iman dan cara hidup. Yang paling menonjol dalam jumlah dan kekuasaan politik adalah orang-orang Muslim abangan, terutama yang berdiam di pulau Jawa dan sangat di pengaruhi mistik jawa dan pengaruh Hindu Budha yang tidak tampak. Menurutnya sebagian besar angkatan bersenjata yang memerintah Indonesia sejak akhir 1960-an berasal dari golongan masyarakat ini, sebagai satu unsure penting dari birokrasi negara.

  1. Model Harry J. Benda
Penelitian di bidang politik dengan menggunakan pendekatan historis normative dilakukan pula oleh Harry J. Benda, penelitian tersebut berusaha mencari informasi dari sumber-sumber sesudah perang, dalam usaha untuk menguji dan memperbaiki gambaran yang telah muncul dari studi catatan-catatan masa pendudukan. Menurutnya berbeda dengan periode kolonialisme Belanda, pendudukan jepang jepang di Indonesia pada umunya, dan perkembangan Islam selam tahun-tahun tersebut khususnya, sejauh ini sangat tidak mendapat perhatian dari kalangan penulis-penulis Indonesia lainnya.
Sejalan dengan upaya tersebut maka penelitian yang ia lakukan di buat untuk memberikan analisa sosio-historis tentang elite islam, dan dalam jangkuan yang lebih kecil, tentang elite-elite nonreligius yang bersaing di panggung politik Indonesia di bawah kekuasaan asing. Karenanya penelitian tersebut di arahkan pada tempat-tempat yang di berikan kepada para pemimpin masyarakat islam oleh tuan penjajah berturut-turut dan konstelasi kekuasaan yang terpencar darinya yang melibatkan para pemimpin islam, aristocrat Indonesia, dan tokoh-tokoh pergerakan nasionalis Indonesia sekuler di abad ini.
Di lihat dari segi cakupannya, secara garis besar penelitian ini membahas perkembangan islam di pulau jawa saja. Batasan ruang lingkup yang patut di sesalkan ini sebagian besar di tentukan oleh sumber-sumber bahan yang di peroleh. Terutama bagi masa jepang, catatan-catatan tertulis dari pulau-pulau lain, dengan berbagia pengecualian kecil, tidak dapat di peroleh peneliti. Sedangkan efek-efek dari masa pendudukan jepang Islam Indonesia di Aceh, salah satu daerah Islam di Sumatra yang kokoh keislamnya, telah menjadi pembahasan yang sangat bagus dari monograf belanda, nasib masyarakat Islam di daerah-daerah lain di nusantara, terutama di Daerah Pantai barat Sumatra yang penting itu, masih harus di pelajari secara terperinci.
Bagian pertama, peneliti memasukkan referensi singkat tentang wilayah tersebut, dimana hal ini kelihatnnya sesuai untuk memperbandingkan dan mempertentangkannya dengan situasi di jawa, tetapi sayangnya peneliti tidak sanggunp melakukan penelitian bagian ini kedalam zaman jepang.
Selanjutnya dikatakan dalam buku tersebut, karna aspek politik islam Indonesia merupakan pokok utama dalam buku tersebut, generalisasi tidak dapat dihindarkan. Pembahasan seperti ini terpaksa tidak memprdulikan adanya perbedaan regional yang meliputi Islam bahkan dalam konteks terbatas di pulau jawa, dimana cabang-cabang politiknya, teristimewa di karesidenan banten di jawa barat, dinilai harus mendapatkan perhatian tersendiri.
Di antara kesimpulan yang dihasilkan dari penelitian tersebut adalah meskipun Islam di daerah lain tak dapat disangkal telah memainkan peranan utama di dalam perkembangan politik Indonesia, di jawa –menurut Benda- telah mendapatkan perwujudan organisatoris paling penting. Di sanalah juga, kelompok-kelompok islam paling langsung terlibat dalam membentuk politik Indonesia pada umumnya.

Diringkas dari  Nata, Abuddin, Metodologi Studi Islam (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 1998)



Peringkas: Shafwan Hadi



















POSISI ISLAM DI ANTARA AGAMA-AGAMA DI DUNIA













POSISI ISLAM DI ANTARA AGAMA-AGAMA DI DUNIA

A. PENDAHULUAN

Sebelum Islam datang ke dunia ini, telah terdapat sejumlah agama yang dianut oleh umat manusia. Para Ahli Ilmu Perbandingan Agama membagi agama secara garis besar kedalam dua bagian

  1. Kelompok agama yang diturunkan oleh Tuhan melalui wahyu-Nya sebagaimana termaktub dalam kitab suci Alquran dan agama ini biasanya disebut dengan agama samawi (agama langit) karena berasal dari atas langit. Yang termasuk kedalam kelompok agama ini antara lain Yahudi, Nasrani dan Islam.
  2. Kelompok agama yang didasarkan pada hasil renungan mendalam dari tokoh yang membawanya sebagaimana terdokumentasikan dalam kitab suci yang disusunnya dan agama ini biasanya disebut dengan agama ardli (agama bumi) karena berasal dari bumi. Yang termasuk kedalam kelompok agama ini antara lain Hindu, Budha, Majusi, Kong Hucu dan lain sebagainya.

Agama-agama tersebut hingga saat ini masih dianut oleh umat manusia didunia dan disampaikan secara turun temurun oleh penganutnya. Didalam mengkaji agama islam biasanya sering dihadapkan dengan agama-agama tersebut dengan tujuan untuk mengetahui posisi islam diantara agama-agama tersebut.

B. PEMBAHASAN

Islam adalah agama yang terakhir diantara sekalian agama besar di dunia yang semuanya merupakan kekuatan raksasa yang menggerakan revolusi dunia dan mengubah nasib sekalian bangsa , agama yang melingkupi segala-galanya dan mencakup sekalian agama yang datang sebelumnya.

Posisi Islam terhadap agama-agama yang datang sebelumnya:

  1. Islam menyuruh para pemeluknya agar beriman dan mempercayai bahwa sekalian agama besar didunia yang datang sebelumnya diturunkan dan diwahyukan oleh allah, beriman kepada para nabi dan kitab suci dari semua bangsa dan agama islam mencakup segala agama didunia dengan kitab sucinya alquran yang merupakan gabungan dari semua kitab suci didunia ( kitab taurat, zabur dan injil yang murni )
Di dalam Alquran dijumpai ayat-ayat yang menyuruh umat islam mengakui agama-agama yang diturunkan sebelumnya sebagai bagian dari rukun iman, misalnya suruh albaqarah ayat 4
والذين يؤمنون بما أنزل اليك وما أنزل من قبلك
    “ Dan orang-orang yang beriman kepada apa yang diturunkan kepada engkau dan apa yang diturunkan sebelum engkau “

  1. Islam adalah agama yang terakhir dan merupakan pernyataan kehendak ilahi yang sempurna.
    Di dalam Alquran disebutkan

اليوم أكملت لكم دينكم و أتممت عليكم نعمتي ورضيت لكم الاسﻻم دينا
“ Pada hari ini Aku sempurnakan untuk kamu agamamu, dan Aku lengkapkan nikmat-Ku kepadamu, dan Aku meridhoi islam sebagai agamamu


  1. Agama islam memiliki tugas yang besar yaitu:
  1. Mendatangkan perdamaian dunia dengan membentuk persaudaraan diantara sekalian agama di dunia
  2. Menghimpun segala kebenaran yang termuat dalam agama yang telah ada sebelumnya
  3. Memperbaiki kesalahan-kesalahan yang diperbuat oleh para penganut agama sebelumnya yang kemudian dimasukan kedalam agamanya itu
  4. Mengajarkan kebenaran abadi yang sebelumnya tidak pernah diajarkan
  5. Memenuhi segala kebutuhan moral dan rohani bagi umat manusia yang selalu bergerak maju.
  1. Dengan datangnya islam, agama memperoleh arti yang baru dan didalamnya terdapat unsur pembaruan. Dalam hal ini paling kurang ada 2 hal:
  1. Agama islam harus diperlakukan sebagai sebuah ilmu, dimantapkan dengan menyajikan ajaran agama sebagai landasan perbuatan bagi perkembangan manusia menuju tingkat kehidupan yang lebih tinggi lagi.
  2. Ruang lingkup agama islam mencakup kehidupan dunia dan kehidupan akhirat.

  1. Posisisi agama islam terhadap agama-agama lain dapat dilihat dari dua sifat yang dimiliki ajaran islam, yaitu akomodatif dan persuasif.
Islam berupaya mengakomodir ajaran-ajaran agama masa lalu dengan memberikan makna dan semangat baru didalamnya. Sebelum islam datang dijumpai adanya kebiasaan masyarakat jahiliyah melakukan kurban persembahan kepada para dewa dan arwah leluhur untuk memperoleh keberkahan. Kebiasaan berkurban ini diteruskan oleh islam dengan tujuan kurban diarahkan sebagai bentuk pengabdian dan rasa syukur kepada Allah atas segala karunia yang diberikan-Nya , sedangkan daging kurbannya diberikan kepada fakir miskin dan orang-orang yang kurang mampu.
Upaya yang dilakukan dengan cara persuasif misalnya islam melihat adanya hal-hal yang tidak disetujui dan harus dihilangkan, namun dari segi yang lain Islam mengupayakan agar proses menghilangkan tradisi yang demikian itu tidak menimbulkan gejolak sosial yang merugikan. Proses tersebut dilakukan secara bertahap sambil menjelaskan makna larangan tersebut yang disesuaikan dengan tingkat kemampuan intelektual mereka, hingga akhirnya perbuatan tersebut benar-benar ditinggalkan oleh masyarakat. Hal yang demikian misalnya terlihat pada larangan meminum minuman keras. Dalam proses pelarangan itu, Islam menempuh cara-cara yang persuasif. Dimulai dengan membiarkan apa adanya, kemudian menjelaskan pengaruh positif dan negatifnya pada saat mereka bertanya. Setelah itu minuman keras tersebut dilarang pada saat-saat tertentu saja, yaitu pada saat akan melakukan sholat, hingga kemudian dilarang pada kapan saja.
  1. Hubungan islam dengan agama-agama lain dapat dilihat pada ajaran moral yang ada didalamnya dan konsep gender yang terdapat pada masing-masing agama.
  1. Dalam agama Hindu terdapat ajaran yang menganggap bahwa keinginan terhadap kesenangan merupakan hal yang bersifat alamiyah sesuai dengan kodrat manusia. Akan tetapi terdapat ajaran untuk mengendalikan hawa nafsu terhadap kenikmatan tersebut.
Dalam agama Hindu, wanita diibaratkan sebagai tanah dan laki-laki diibaratkan sebagai benih. Hasil terjadinya jasad badaniyah yang hidup terjadi karena melalui hubungan antara tanah dan benih. Potensi wanita dipandang kreatif dan penuh kebaikan hanya apabila potensi itu terjadi secara harmonis dengan pria.
  1. Dalam agama Budha terdapat ajaran tentang pengendalian diri dari memperturutkan hawa nafsu yang berakibat pada terjadinya tindakan kejahatan dan terdapat pula sejumlah ajaran etis tentang larangan membunuh, larangan mencuri, berdusta dan lain sebagainya.
Agama Budha menyatakan bahwa seorang istri berkedudukan dan berperan cukup besar dalam menyukseskan suaminya. Suami istri memiliki kewajiban dan tanggung jawab bersama dalam rumah tangga dan adanya kehendak bersama dalam menjalankan kehidupan berumah tangga. Seorang istri yang patut dipuji dalam suatu keluarga yaitu istri yang keibuan, istri yang seperti saudara, istri yang seperti sahabat dan istri yang seperti pegawai.
  1. Dalam agama Yahudi yang dibawa oleh Nabi Musa terdapat Sepuluh perintah Tuhan yang meliputi : pengakuan terhadap Tuhan Tang Maha Esa; Larangan menyekutukan Tuhan dengan apa saja dan dimana saja; Larangan menyebut nama Tuhan dengan kata-kata yang dapat menyia-nyiakan-Nya; Memuliakan hari Sabtu; Menghormati ayah dan ibu; Larangan membunuh sesama manusia; Larangan berbuat zina; Larangan mencuri; Larangan menjadi saksi palsu; Menahan hawa nafsu untuk memiliki sesuatu yang bukan menjadi miliknya.
  1. Dalam agama Kristen terdapat ajaran tentang perintah berbuat baik antara sesama manusia, saling mencintai sesama manusia, bersifat pemurah dalam setiap hal yang menyangkut kebaikan, menghilangkan sifat mementingkan diri sendiri dan lain sebagainya.
Dalam agama Kristen, Yesus tidak membeda-bedakan laki-laki dan perempuan. Ia menghargai wanita sebagai pribadi yang utuh. Yesus berbicara langsung dengan wanita, menyembuhkan wanita yang sakit dan memanggil wanita untuk mengikutinya.
  1. Dalam agama Islam terdapat ajaran tentang pengendalian hawa nafsu keduniaan yang diikuti oleh keharusan melakukan perbuatan yang baik bagi kemanusiaan. Islam mengingatkan umatnya agar jangan mengikuti hawa nafsu karena mengikuti hawa nafsu akan menjerumuskan pelakunya kedalam kehidupan yang menyengsarakan.
Dalam ajaran Yahudi yang dibawa oleh Nabi Musa terdapat ajaran menghormati hari sabtu. Ajaran ini tidak dianggap relevan lagi dalam ajaran Islam. Semua hari dalam ajaran Islam memiliki kedudukan dan makna yang sama, tergantung kepada orang yang memanfaatkannya.
    Dalam agama islam wanita diumpamakan seperti tanah ladang tempat bercocok tanam sebagaimana disebut dalam Alquran surah Al-baqarah ayat 223 yang artinya : “ Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tersebut bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah amal yang baik untuk dirimu dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.”
Rasulullah menyebutkan kriteria seorang istri sebagaimana yang disebutkan dalam suatu hadits yang artinya : “ Tidak ada sesuatu yang diambil faedahnya oleh orang muslim setelah takwakepada Allah yang lebih baik baginya daripada seorang istri shalihah yang jika seorang suami memerintahnya, ia mematuhinya; jika suami memandangnya, maka ia menyenangkannya; jika suami menggilirnya, maka ia mematuhinya; dan jika suami pergi darinya, maka ia memelihara diri dan harta (suami)nya ”.
Dari penjelasan-penjelasan ini terlihat dengan jelas bahwa posisi ajaran islam diantara agama-agama lain selain mengoreksi dan membenarkan juga melanjutkan sambil memberikan makna baru dan tambahan-tambahan sesuai dengan kebutuhan zaman. Oleh karena itu, diutuslah Rasulullah shollallahu alahi wa sallam untuk menyempurnakan ajaran-ajaran para Nabi dan Rasul terdahulu dan memerintahkan manusia untuk mengimani apa yang diwahyukan kepada beliau berupa Alquran dan Assunnah.

    C. PENUTUP

Posisi Islam diantara agama-agama lain tampak bersifat adil, obyektif dan proporsional. Dengan sifatnya yang adil, ajaran Islam mengakui peran yang dimainkan agama-agama yang pernah ada didunia. Dengan sifatnya yang obyektif, Islam memperbaiki dan meluruskan ajaran-ajaran agama yang salah dan tersesat. Dengan bersifat proporsional, Islam memberikan perhatian terhadap ajaran agama yang tidak seimbang. Islam adalah agama yang terbuka, mau berkompromi dan berdialog dengan agama lain. Dengan sifatnya yang demikian ini, Islam telah tampil sebagai penyempurna, korektor, pembenar dan sekaligus sebagai pembaru.
Setiap ajaran agama-agama tersebut memiliki perbedaan yang berkaitan dengan keyakinan (teologis) dan ritualistik, yakni peribadatan. Terhadap hal ini masing-masing agama dianjurkan untuk saling menghargai dan menghormati.
Islam adalah agama perdamaian, jauh dari sikap bermusuhan dan bukan agama kaum teroris. Terjadinya pertentangan antara satu agama dengan agama lain sebagaimana terlihat dalam sejarah, sama sekali bukan disebabkan karena faktor agama, melainkan karena faktor-faktor lain yang mengatasnamakan agama. Hal seperti ini harus segera dicegah dan dikembalikan kedalam situasi yang merperlihatkan keharmonisan hubungan antara agama-agama yang ada didunia.



















Islam dan Kebudayaan Indonesia













BAB 4
Islam dan Kebudayaan Indonesia
sebelum membicarakan sebagaian tema-tema tersebut, pada bagian awal bab ini akan dikemukakan mengenai Islam dan Kebudayaan di Indonesia, atau lebih tepatnya, persentuhan antara Islam dengan kebudayaan Melayu dan Jawa. Setelah itu, kita akan bicara tentang ekspresi estetik Islam serta teradisi dan inovasi keislaman di Indonesia.

A. PERSENTUHAN ISLAM DENGAN KEBUDAYAAN MELAYU DAN JAWA

Dalam Islam terhadap ajaran tauhid, sesuatu konsep sentral yang berisi ajaran bahwa Tuhan adalah pusat segala sesuatu, dan manusia haraus mengabdikan dirinya sepenuhnya kepada-NYA. Konsep ini dijelaskan dalam beberapa literatur dengan penjelasan yang berbeda. Di pesantren-pesantren tradisional salafi, kalimat lailaha illa Allah sering ditafsirkan sebagai berikut: pertama, la mujudu illa Allah (tidak ada yang “wujud” kecuali Allah); kedua, la ma'buda illa Allah (tidak ada yang disembah kecuali Allah); ketiga, la maqsud illa Allah (tidah ada yang dimaksud kecuali Allah); dan keempat, la mathlub illa Allah (tidak ada yang diminta kecuali Allah).
Indonesia pernah mengalami dualisme kebudayaan, yaitu antara kebudayaan keraton dan kebudayaan populer. Dua jenis kebudayaan ini sering dikategorikan sebagai kebudayaan tradisional.
Konsep kekuasaan Jawa sungguh berberbeda dengan konsep kekuasaan islam. Dalam kebudayaan Jawa dikenal konsep Raja Absolut, islam justru mengutamakan konsep Raja Adil, al-Malik al-Adil. Akan tetapi, sesuatu hal yang perlu dicatat adalah kebudayaan karaton diluar jawa memiliki konsep yang lebih dekat dengan gagasan Islam. Di Aceh, misalnya, raja memiliki sebutan al-Malik al-Adil. Ini berarti kebudayaan keraton di Jawa lebih mengutamakan kekuasaan, sedangkan kebudayaan kerabudayaan keraton diluar pulau Jawa lebih mengutamakan keadilan. Perbedaan lain antara kebudayaan masyarakat berdasarkan atas kemutlakan kekuasaan raja, ketertiban masyarakat berdasarkan atas kemutlakan kekuasaan raja, sedangkan dalam islam, ketertiban sosial akan terjamin jika peraturan-peraturan syariat ditegakan. Dengan kata lain, kebudayaan karaton di Jawa mementingkan kemutlakan kekuasaan raja untuk ketertiban sosial, sedangkan Islam mementingkan hukum yang adil untuk diteganya ketertiban sosial. Karna terjadi perbedaan yang begitu tajam, yang sering terjadi ketegangan antara Isalam dengan kebudayaan keraton jawa. (Kuntowijoyo,1991: 232)

B. INOVASI DAN PENGARUH ISLAM DALAM SASTRA, SENI, DAN ARSITEK

Ekspresi astentik Islam di Indonesia, paling tidak, dapat dilihat dalam dua bidang: sastra dan arsitek. Kecendrungan sastra sufistik (transendental) telah muncul di Indonesia sekitar tahun 1970. kemunculan sastra berkecendrungan sufistik ditandai munculnya karya-karya yang ditulis pada tahun tuju puluhan, di antaranya Godlod dan Alam Makrifah kumpulan cerpen Danarto; Khotbah di atas bukit karya kuntowijoyo, dan Arafah karya M. Fudoli Zaini. Disusul karya-karya berikutnyaseperti Sanu Infinitina Kembar (1985) karya Motinggo busye (alm) (Abdul Hadi WM dalam Yustino dkk. (Dewan Redaksi), 1993: 74)
Eksperesi estetik Islam lainnya tergambarkan dalam arsitek masjid-masjid tua. Citra masjid tua adalah contoh dari interaksi agama dengan teradisi arsitek pra-Islam diIndonesia dengan konstruksi kayu dan atap tumpang bentuk limas. Umpamanya Masjid Demak, Masid Kudus, Masjid Cirebon, dan masjid Banten sebagai cikal-bakal masjid di Jawa. Sedangkan di Aceh dan Medan, corak masjid tua memperhatikan sistem atap kubah. Menurut para ahli, masjid-masjid tua di Aceh dan Medan merupakan penerus dari gaya masjid Indo-Persi dengan ekspresi struktur bangunan yang berbeda dengan corak masjid atap tumpang (Wiyoso yodoseputro dalam Yustino dkk. (Dewan Redaksi), 1993: 11-3)
Menurut Nurcholish madjid (dalam budhy Munawar Rachman (ed.), 1994: 463-4), asitektur masjid indonesia banyak diilhami oleh gaya arsitektur kuil Hindu yang atapnya bertingkat tiga. Seni arsitektur sering ditafsirkan sebagai lambang tiga jenjang perkembangan penghayatan keagamaan manusia, yaitu tingkat dasar atau pemulaan (purwa), tingkat menengah (madya), tingkat terakhir yang maju dan tinggi (wusana). Damnbar itu dianggap sejajardengan vertikal islam, iman, dan ihsan. Selain itu, hal itu dianggap sejajar dengan syari'at, thariqat, dan ma'rifat.

  • ISLAM DAN ADAT MELAYU DI SULAWESI SELATAN DAN ACEH

Pengaruh islam dalam kebudayaan Sulawesi selatan antara lain tergambarkan dalam sulapa eppa'e (pepatah orang tua kepada anaknya yang hendak merantau. Bunyi sulapa eppa'e adalah sebagai berikut.

Abu bakkareng tettong riolo
Ummareng tettong di atau
Bagenda Ali tettong ri abeo
Usmang tettong ri munri
Kun fayakun
Barakka la illaha illa'llah
muhammadun rasulullah

Abu Bakar berdiri didepan
Umar berdiri sebelah kanan
Baginda Ali berdiri sebelah kiri
Usman berdiri di belakang

kesusastraan Aceh banyak berbentuk pepatah, pantun, syair, dan hikayat. Salah satunya sastra dalam bentuk pepatah adalah:
Uang habis, gaseh pun kurang
mana mau pakai lagi, aku sudah hina
(Tgk. H.Muslim Ibrahim dalam Yustino dkk.,(Dewan Redaksi), 1993: 276)

itulah akultarasi Islam denmgan kebudayaan Indonesia Yang didominasi oleh kebudayaan Melayu dan Jawa. Kebudayaan Melayu lebih mudah menerima Islam, sedangkan kebudayaan Jawa --yang oleh kuntowijoyo dibagi menjadi dua: budaya keraton dan budaya populer-- cenderung berwajah ganda, terutama budaya keraton, dalam menerima islam. Budaya karaton Jawa yang mewarisi tradisi Hindu-Budha berintegrasi dengan budaya Islam sehingga para abdi dalem membuat sesuatu silsilah membuktikan bahwa raja adalah keturunan para dewa di satu sisi, dan di sisi lain mereka juga mengaku sebagai keturunan para nabi. Lebih dari itu, raja di Jawa ada yang mengaku sebagai wali Tuhan untuk menanamkan loyalitas rakyat kepadanya dan pempertahankan atatus quo.  


Ringkasan dari buku Metodologi Studi Islam, karya Drs. Atang Abd. Hakim, MA., Dr. Jaih Mubarok, (Bandung, PT Remaja Rosdakarya Offset, cet. x, 2008), 27-39

Ditulis oleh teman seperjuangan:
Abdulloh  hafidzohullahu ta'ala
























 

Browsing Artikel

Pengikut

Total Tayangan Halaman

sinforan's cbox

Recent Posts

Pingbox

Copyright 2010 Situs Informasi dan Pengetahuan - All Rights Reserved.
Designed by Web2feel.com | Bloggerized by Lasantha - Premiumbloggertemplates.com | Affordable HTML Templates from Herotemplates.com.