Resume buku Metodologi Studi Islam (Bab 6), oleh Agus Suranto
BAB 6
Al-Qur'an sebagai Sumber Agama Islam
A. FUNGSI AL-QUR'AN
Subhi Sholih mengemukakan bahwa Al-Qur'an berarti bacaan. Ia merupakan kata turunan dari kata qara'a dengan arti ism al-maf'ul, yaitu maqru' yang artinya dibaca. Pengertian ini merujuk pada firman Allahk :
“Sesungguhnya atas tangguhan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuat kamu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacanya, maka ikutilah bacaan itu.” (QS al-Qiyamah: 17-18)
Selanjutnya kata al-Qur'an digunakan untuk menunjukkan kalam Allahkyang diwahyukan kepada Nabi Muhammad n, adapun kalam Allahkyang diwahyukan kepada para Nabi selainya, maka tidak dinamakan al-Qur'an.
Fath Ridwan menyebutkan ikhtilaf ulama' tentang penamaan al-Qur'an: Pertama, al-Qur'an adalah nama khusus untuk wahyu Allahkyang diberikan kepada nabi Muhammad n. Kedua, nama diambil dari kata qoro'in (petunjuk atau indikator) atau dari kata al-qor'u (kumpulan). Ketiga, ulama' yang memberikan nam-nama lain bagi al-Qur'an, seperti al-kitab, an- nur, ar- rohmah dll.
Adapun Abu Hasan al-Haroli dan Abd al-Ma'ali Syizalah masing-masing memberikan nama bagi al-Quran sebanyak 90 dan 55 macam. Menurut Shubhi Sholih penamaan yang begitu banyak akan menimbulkan pencampuradukan antara nama-nama dan sifat-sifat al-Qur'an sehingga ia kurang setuju dengan hal itu.
Fungsi al-Qur'an sesungguhnya telah tersirat pada nama-nama tersebut, diantaranya:
a. al-Huda (petunjuk). Dalam fungsi ini ada tiga kategori, pertama, al-Qur'an sebagai petunjuk manusia secara umum (al-Baqoroh:185). Kedua, al-Qur'an petunjuk bagi orang -orang yang bertakwa (al-Baqoroh:2). Ketiga, petunjuk bagi orang-orang yang beriman (Fushilat: 44 dan Yunus: 57).
b. al-Furqon (pembeda). Disebutkan dalam al-Qur'an bahwa ia adalah pembeda antara yang hak dengan yang batil (QS. al-Baqoroh :185)
c. al-Syifa (obat). Al-Qur'an juga sebagai obat penyakit dalam dada/psikologis (QS. Yunus:57)
d. al-Mauidzoh (nasihat). Al-Qurann juga sebagai nasihat bagi orang-orang yang bertakwa (QS.Ali Imron: 138)
Demikian fungsi al-Quran yang diambil dari al-Quran itu sendiri, adapun fungsi al-Quran yang diambil dari penghayatan seseorang, maka itu tergantung dengan kualitas ketakwaan orang itu sendiri.
B. AL-QUR'AN SEBAGAI FIRMAN ALLAH
Ulama menyebutkan bahwa hakikat al-Qur'an adalah kalam Allahkyang disampaikan kepada nabi Muhammad n. Al-Quran penuh dengan ilmu dan bebas dari keraguan (QS al-Baqoroh:2), kecurangan (QS An-Naml:1), pertentangan (QS. an-Nisa': 82), dan kejahilan (QS asy-Syura:210).
Al-Quran itu murni firman Allahkdan bukan ciptaan Muhammad n. Allahkmenantang dan mengancam siapa saja yang meragukan atau menentang otentisitas al-Quran sebagai firman Allahk dalam surat al-Baqoroh: 23-24.
Ada pula manusia yang meragukan dan menganggap bahwa al-Quran telah diintervensi manusia, kemudian Allahkmenjamin bahwa al-Quran itu terpelihara dengan sebaik-baiknya (QS. Al-Hijr: 9)-.
C.'ULUM AL-QUR'AN DAN TAFSIR
Al-Quran diturunkan secara bertahap dan ia tidak hampa dari sosial, sehingga banyak dijumpai ayat yang turun sebagai jawaban dari permasalahan manusia. Proses pewahyuan berlangsung 23 tahun, 13 tahun di Makah sebelum nabi n hijroh ke Madinah, dan 10 tahun setelah nabi hijroh ke Madinah.(Muhaimin dkk, 1994;89)
M. Quraish Shihab (1995; 35-38) membagi proses pewahyuan menjadi tiga periode. Pertama, periode saat Muhammad n bersetatus Nabi dengan diterimanya surat al-Alaq, kemdian menjadi rosul setelah menerima QS al-Muddatsir 1-2. Inilah ayat-ayat makiyyah yang mengandung tiga hal yaitu pedidikan bagi rosul, pengetahuan tentang Allahk , dan ajaran tentang dasar-dasar akhlak islamiyah.
Kedua, periode pertarungan antara umat islam dengan orang jahiliyah sekitar 8-9 tahun. Hal ini ada dalam surat an-Nahl: 25, Fushilat: 13, Yasin 78-82.
Ketiga, peride kebebasan umat islam di Madinah yaitu sekitar 10 tahun, ayat-ayat yang turun disebut ayat madaniyyah.
M. Quroish Shihab menyebutkan bahwa al-Qur'an mengandung 77.439 kata dan 323.015 huruf. Menurut Abd al-Rohman as-Salami, al-Suyuti, dan al-Lusi secara berturut-turut jumlah ayat al-Qur'an adalah 6.326 ayat, 6000 ayat, 6.616 ayat. Perbedaan disebabkan masuk dan tidaknya kalimat basmalah dan fawatir al-suwar. Kemudian Jumlah ayat dibagi jadi 554 ruku', 30 juz dan 114 surat.
Dilihat dari panajg pendknya dibagi menjadi empat kelompok, yaitu:
Al-Sab'al tiwal, yaitu tujuh surat panjang seperti al-Baqoroh, ali Imron, an-Nisa', al-A'rof, al-An'am, al-Maidah, dan Yunus.
Al-Mi'un, surat-surat yang memuat 100 ayat lebih seperti surat Hud, Yusuf, dan al-Mu'min.
Al-Matsani, surat yang kurang dari 100 ayat seperti al-Anfal dan al-Hijr.
Al-Mufashol, surat-surat pendek seperti an-Nas, al-Falaq, dan al-Kafirun.
Cara turunnya wahyu ada empat macam, yaitu:
Malaikat memasukan wahyu kedada nabi Muhammad n.
Malaikat datang dengan bentuk seorang laki-laki kepada Muhammad n.
Malaikat menampakkan dirinya dengan rupa aslinya.
Wahyu datang kepada nabi seperti gemerincing lonceng.
Pada masa nabi n al-Qur'an hanya di tulis di pelepah kurma, lempengan batu, dan kepingan tulang serta dihafal, hingga datang masa khulfaurrosyidin al-Qur'an dibukukan. Pada masa Abu Bakar baru proses pengumpulan dalam bentuk mushaf dan disimpan di rumah Abu Bakar. Pada zaman Umar bin Khotob mushaf disimpan di rumahnya dan setelah belilau meninggal dunia disimpan di rumah Hafsoh. Hingga datang zaman Utsman bin Affan al-Quran baru disempurnakan dan disebut dengan mushaf utsmani. Kemudian digandakan dan dikirim ke berbagai wilayah kaum muslimin dan dijadikan standar untuk pencetakan pada tahun-tahun setelahnya.
Beralih ke kandungan ayat, menurut tim yang dibentuk oleh Departemen Agama Republik Indonesia (1985; 84-85) al-Qur'an mengandung pesan-pesan tentang tauhid, ibadah, jalan kebahagiaan dunia akhirat dan cerita tentang sejarah orang-orang terdahulu.
Diliahat dari sisi jalas dan tidaknya, para ulama mengelompokkan ayat-ayat al-Qur'an menjadi dua; ayat-ayat yang jelas (muhkamat) dan yang membutuhkan tafsiran lebih lanjut (mutasyabihat).
Adapun pengertian tafsir secara bahasa adalah penjelasan dan keterangan (al-idlah wa al-bayan) (Muhammad Husaeni al-Dzahabi, 1976:13). Dia berasal dari wazan taf'il dari kata fassara yang berarti menerangkan, membuka dan menjelaskan makna yang ma'qul. (Manna' al-Qathan, 1981:227). menurut Abu Haya, tafsir secara istilah adalah ilmu yang membahas cara melafalkan lafad-lafad al-Qur'an serta menerangkan makna yang dimaksudnya sesuai dengan dilalah (petunjuk) yang dzohir sebatas kemampuan manusia.
Adapun fungsi tafsir adalah untuk mejelaskan segala yang disyariatkan oleh Allah kepada manusia untuk ditaati dan dilaksanakan.(abd al-Hayyi al-Farmawi, 1977:16)
Seorang mufassir (orang yang menafsirkan al-Quran) harus mengetahui dan memahani bahasa arab dengan segala isinya, mengetahui ilmu sebab turun (asbabun nuzul), ilmu qiroah, ilmu tauhid, ilmu nasikh dan mansukh, dan mengetahui hadits- hadits nabi n. (Kafrawi Ridwan dkk, 1994: 30)
Seoarng mufassir juga harus punya i'tiqod yang kuat, keikhlasan dan kemurnian tujuan, mendasarkan tafsirnya kepada al-Sunah, dan punya wawasan yang luas di berbagai ilmu bantu seperti bahasa arab dan yang lainnya.
Quraish Shihab membagi periode tafsir kepada dua bagian. Pertama, periode nabi n, sahabat, dan tabi'in kira-kira sampai tahun 150 H yang di sebut dengan tafsir bi al-ma'tsur. Departemen Agama Republik Indonesia menyebut periode pertama ini dengan periode mutaqoddimin dan berlangsung dari masa nabi n sampai kira-kira abad 4 H. Dari para ahli tafsir periode ini diantaranya adalah Ibnu Mas'ud, Abdullah bin al-Abbas, Zaid bin Tsabit dll.
Selanjutnya pada masa Tabi'in diantaranya adalah Abdurrohman bin Salam, Imam Malik bin Anas di Madinah, kemudian datang masa selanjutnya yaitu masa tabi'ut tabi'in, diantara mereka yang terkenal adalah Sufyan bin Uyyainah, Zaid bin Harun Syu'bah bin Hajjad, dan Waqi' al-Jarroh hingga muncul pula Abu Ja'far Muhammad bin Jarir at-Thobari (w.310 H) dengan buku beliau Jami'at al-Bayyan fi Tafsir al-Qur'an.
Kedua, periode ketika hadits-hadits Rosul n telah tersebar luas dan hadits-hadits palsu berkembang di masyarakat. Para ulama' tafsir kemudian banyak berijtihad karena permasalahan adanya hadits palsu ini, hingga munculah tafsir-tafsir yang coraknya berbeda dari corak yang pertama. (M Quroish shihab: 1995; 72) Departemen Agama Republik Indonesia menyebut periode ini denagan periode mutaakhirin berlangsung dari abad 4-12 H.
Corak tafsir yang muncul pada periodae ini diantaranya sebagai berikut.
Corak kebahasaan, yaitu penafsiran al-Qur'an dengan pendekatan gaya bahasa, keindahan bahasa, atau tata bahasa, seperti Tafsir al-Kasysyaf oleh Zamaksyari.
Corak tafsir yang banyak membahas tentang kisah umat terdahulu, seperti yang ditulis oleh al-Tsalabi, 'Alaudin bin Muhammad al- Bagdadi.
Corak fikih dan hukum, seperti Tafsir Jami' al-Qur'an, Ahkam al-Qur'an, dan Nail al-Mahrom yang masing-masing ditulis oleh al-Qurtubi, Ibnu 'Arobi dan al-Jashash, dan Hasan Shidiq Khan.
Corak tafsir yang menafsirkan ayat-ayat yang berhubungan dengan sifat-sifat Allah seperti Tafsir Mafatih al-Ghoib karya Imam ar-Rozi (w.610 H)
Corak tafsir yang menitikberatkan pada isyarat ayat yang berhubungan dengan tasawuf, seperti tafsir yang ditulis oleh Abu Muhammad Sahl bin Abdullah al-Tsauri.
Tafsir corak ghorib (yang jarang dipakai dalam keseharian), seperti Mu'jam Ghorib al-Qur'an oleh Muhammad Fuad Abdul Baqi'.
Quraish Shihab menambahkan beberapa corak lainnya yaitu, tafsir bercorak filsafat dan teologi, tafsir ilmiyah, tafsir bercorak sastra budhaya kemasyarakatan, tafsir tematik (maudlu'i), dan tafsir ilmi.
Dalam peride ini muncul pula tafsir dari Muktazilah dan Syi'ah. Dari kelompok Muktazilah diantaranya Tanzih al-Quran al-Mata'in karya Abdul Qosm al-Thahir, al-Kasysyaf 'an Haqaiq al-Tanzil wa al-Uyun al-Aqwal fi Wujud at-Ta'wil karya abul Qosim Muhammad bin Umar al-Zamakhsyari. Adapun kelompok syi'ah mereka banyak membahas tetang Ali bin Abi Tholib.
Departemen Agama Republik Indonesia menambahkan adanya periode ketiga yang disebut dengan Periode Baru yang dimulai dari abad 9 M. Periode ini juga dikenal dengan Periode Kebangkitan Kembali. Diantara tokohnya adalah Jamaluddin al-Afghoni, Muhammad Abduh, Rosyid Ridho, Ahmad Khan, dan Ahmad Dahlan.
Dilihat dari keterlibatan ro'yu dalam menafsirkan al-Quran, maka tafsir terbagi menjadi dua, tafsir bi al-matsur dan tafsir bi al-ro'yi. Tafsir kelompok pertama di antaranya ialah Jami' al-Bayan fi Tafsir al-Qur'an karya at-Thobari. Adapun tafsir kedua (bi al-ro'yi ) di antaranya al-Bahru al-Muhith karya andalusi, dan Mafatih al-Ghorib karya Fakhruddin al-Rozi.